Kamis, 09 Februari 2017

Tekan Angka Kelahiran dengan “Stop Seks Pranikah!”

Berdasarkan proyeksi data penduduk tahun 2010 menurut badan pusat statistik (BPS) indonesia, di tahun 2015 jumlah penduduk indonesia mencapai 255.461 ribu jiwa. Dari jumlah tersebut, sepertiganya adalah penduduk remaja yang berusia 10-24 tahun. Masalah yang paling besar dialami oleh remaja indonesia saat ini adalah banyaknya seks pranikah yang berujung pada pernikahan usia dini. Data Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, angka pernikahan usia dini (19 tahun ke bawah) 46,7 persen. Bahkan, perkawinan di kelompok umur 10-14 tahun hampir 5 persen. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 menyebutkan, 12,8 persen perempuan usia 15-19 tahun sudah menikah. Pernikahan remaja terbanyak terjadi di pedesaan pada perempuan berstatus pendidikan rendah dan berasal dari keluarga berstatus ekonomi rendah (health.kompas.com). Hasil SDKI 2012 menyebutkan di perkotaan terdata dari 1.000 orang remaja usia 15-19 tahun, 48 orang diantaranya sudah melahirkan. Sementara di pedesaan, dari 1.000 remaja usia 15-19 tahun, ada 60 orang yang sudah memiliki anak (lampung.tribunnews.com).
Hal ini seringkali disebabkan oleh maraknya seks pranikah dikalangan remaja yang dilatarbelakangi rasa ingin tahu dan tanpa berbekal informasi seputar kesehatan reproduksi. Sehingga remaja cenderung akan mencari informasi di internet yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta mengakses video porno yang bisa merangsang gairang untuk melakukan seks bebas. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan terjadinya kehamilan dan ikut menyumbang peningkatan angka kelahiran di Indonesia.
Disampaikan oleh Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra Surapaty, di sela-sela perayaan Hari Keluarga Nasional 2016 di Stadion Oepo, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (28/7/2016) bahwa setiap remaja yang belum menikah sebaiknya merencanakan masa depan terlebih dahulu, seperti merencanakan pendidikan, cari kerja, baru kemudian menikah. Jangan menikah sebelum usia 20 tahun, jangan lupa hindari seks pranikah dan narkoba.
Beliau juga menekankan tentang peningkatan penerapan fungsi keluarga karena keluarga merupakan tempat anak membentuk karakter. Terdapat 8 fungsi keluarga yang terdiri dari fungsi agama, sosial budaya, cinta dan kasih sayang, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan lingkungan. Apabila fungsi keluarga dilaksanakan dengan optimal, maka godaan anak untuk melakukan hal yang tidak-tidak seperti seks pranikah bisa dihindari.
Bukan tanpa alasan, Beliau menuturkan bahwa pada usia di bawah 20 tahun faktanya sel-sel reproduksi wanita belum matang. Ini karena pada usia tersebut proses tumbuh kembang masih terjadi. Hal ini tentu akan mengintai calon ibu dan bayinya. Pada masa hamil dapat terjadi keguguran karena kondisi rahim yang belum siap sebagai tempat berkembangnya janin. Disamping itu resiko bayi lahir dengan berat badan rendah sampai kecacatan cukup tinggi. Pada saat persalinan dapat terjadi perdarahan dan tak jarang terjadi kematian ibu. Setelah bersalin ibu dapat mengalami depresi postpartum karena di usia yang masih muda sudah harus mengurusi bayi dan melakukan pekerjaan rumah.
"Sel reproduksi juga kan perlu gizi cukup, terutama wanita. Jika dibebani untuk hamil dan melahirkan padahal belum waktunya, tentu berdampak negatif bagi dia dan anaknya juga," ujar Beliau.
Oleh karena itu agar tak 'kebablasan', masyarakat dihimbau untuk menghindari seks pranikah dan menikah usia dini. Selain untuk menekan jumlah kelahiran, juga dapat melindungi masa depan anak remaja agar dapat menempuh pendidikan dengan baik dan mendapat pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memandirikannya.