Pernikahan adalah hal
yang sangat didambakan oleh tiap orang. Saat pernikahan di ikrarkan janji dua
insan manusia untuk membentuk ikatan saling menjaga, menyayangi dan mencintai
serta siap berjalan bersama melewati bahtera rumah tangga.
Didalam pernikahan
diperlukan kesiapan dari segi usia, mental dan finansial agar pernikahan itu
bisa berjalan awet dan langgeng. Namun saat ini banyak sekali orang menikah di
usia muda terutama anak usia sekolah seperti SMP dan SMA. Usia mereka masih
sangat muda yaitu berkisar 14 – 17 tahun dan emosi mereka masih labil. Mereka
masih dalam masa pencarian jati diri. Untuk kebutuhan sehari-hari masih meminta
uang kepada orang tua.
Survei BKKBN tahun 2011
menyebutkan, 51 dari 100 remaja putri di kota-kota besar tidak perawan lagi.
Terbaru, Survei Data Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan,
jumlah remaja yang melahirkan sebanyak 48 per 1.000 remaja putri. Padahal, pada
tahun 2007 lalu, jumlah remaja yang melahirkan ini hanya sebanyak 35 per 1.000
remaja putri.
Kasus pernikahan dini
banyak terjadi di pedesaan. Perbandingannya, 11,8 persen di pedesaan dan hanya
5,2 persen di perkotaan. Data SDKI 2012, remaja putri yang melahirkan di desa
sebanyak 69 per 1.000 remaja putri dan di perkotaan 32 per 1.000 remaja putri.
Penyebabnya sama yakni hubungan seks bebas di kalangan remaja.
Hasil SDKI 2012 menyebutkan di perkotaan terdata dari 1.000 orang remaja usia 15-19 tahun, 48 orang diantaranya sudah melahirkan. Sementara di pedesaan, dari 1.000 remaja usia 15-19 tahun, ada 60 orang yang sudah memiliki anak.
Hal ini disebabkan oleh
maraknya seks bebas dikalangan remaja yang dilatarbelakangi rasa ingin tahu. Apalagi
di jaman moderen ini, semua bisa di akses dengan mudah di internet, termasuk
video porno yang bisa merangsang gairang untuk melakukan seks bebas. Sehingga mereka
akan mencoba-coba melakukannya untuk kesenangan tapa memikirkan hal yang
terjadi. Kemudian mereka menikah tanpa memikirkan apa yang akan dilakukan
setelah menikah dan dimana meraka akan bekerja untuk biaya hidup. Inilah
penyebab banyak terjadinya pernikahan dini. Pendidikan yang rendah di pedesaan
juga akan mempengaruhi terjadinya pernikahan dini karena mereka tidak tahu
dampak yang ditimbulkan dan bahaya yang mengancam dari kehamilan dini. Padahal
resiko dari pernikahan dini ini sangat banyak, mulai dari KDRT karena ketidaksiapan
untuk mengurus rumah tangga sampai kematian ibu karena aborsi dan perdarahan saat
melahirkan akibat ketidaksiapan organ reproduksi. Disamping itu pernikahan dini merupakan salah satu penyumbang angka peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia, karena mereka telah menambah jumlah penduduk dari usia muda bayangkan jika anak mereka juga menikah muda, akan berapa persen peningkatan pertumbuhan penduduk yang terjadi di tahun 2030.
Padahal idealnya usia
menikah yang mengacu pada kesehatan reproduksi yaitu 20 tahun pada wanita dan
25 tahun untuk pria. Pada umur 20 tahun organ reproduksi seorang wanita sudah
matang dan siap untuk menerima hasil konsepsi. Sedangkan pria umur 25 tahun
sudah memiliki emosi yang stabil dan bisa menjadi kepala keluarga yang baik.
Solusi yang dapat saya
tawarkan kepada pemerintah untuk mencegah kejadian pernikahan dini adalah:
1. Memperjelas dan mengumumkan UU yang
mengatur tentang batas usia pernikahan. Agar semua remaja tahu batas usia
pernikahan dengan jelas, sehingga mereka tidak akan menikah di usia muda.
2. Mengadakan sosialisasi kesekolah-sekolah
mengenai kesehatan reproduksi, bahaya seks bebas, kehamilan dini dan aborsi. Hal ini menurut saya
sangat penting karena saya lihat belum seragamnya pengetahuan para remaja SMP
dan SMA mengenai bahaya seks bebas, kehamilan dini dan aborsi, sehingga mereka
tidak perduli dan tetap melakukannya atas dasar mencari kesenangan dan memenuhi
rasa keingintahuan mereka yang tinggi.
3. Mengadakan penjaringan rutin ke warung-warung
internet untuk mengahapus link yang menayangkan video porno. Tujuannya agar
anak-anak remaja tidak teracuni pikirannya oleh hal-hal tersebut. Apalagi
sekarang anak SD pun sudah biasa mengakses internet. Jangan sampai pikiran yang
masih bersih itu juga teracuni oleh video porno.
4. Memberikan mata pelajaran pendidikan karakter di SMP dan SMA, agar mereka tidak terjerumus ke hal-hal negatif, dan mereka dapat memiliki karakter yang kuat dan bertanggungjawab sebagai generasi penerus bangsa nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar