Remaja perempuan di seluruh dunia adalah
sumber daya utama bagi agenda pembangunan berkelanjutan 2030. Begitu pula dengan di
Indonesia, menurut
data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah remaja
perempuan menurut Sensus Penduduk 2010 adalah 21.489.600 atau 18,11% dari
jumlah perempuan. Pada 2035, menurut Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035
(Bappenas, BPS, dan UNFPA 2013) remaja perempuan akan berjumlah 22.481.900 atau
14,72% dari jumlah perempuan. Jadi meskipun jumlahnya proporsinya sedikit
menurun, namun jumlah tersebut masih cukup besar.
Jumlah remaja
perempuan yang cukup besar ini tentu menjadi seperti pisau bermata dua, yang
dapat menjadi bencana atau potensi. Hal ini ditentukan dari tingkat pendidikan
dan kesehatan remaja perempuan tersebut. Ketika remaja perempuan memiliki
tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah maka dapat menjadi sumber bencana.
Bencana dalam hal ini adalah penyumbang ledakan penduduk akibat terjadinya
kehamilan tidak diinginkan (KTD) remaja. Terdapat sekitar 1,7 juta kelahiran setiap tahunnya dari
perempuan berusia di bawah 24 tahun akibat
dari kejadian perilaku seksual remaja di luar
nikah. Ini artinya ada beberapa anak Indonesia sudah memiliki anak. Padahal sewajarnya pada usia tersebut mereka sedang
mengenyam pendidikan di bangku sekolah untuk menggapai cita-citanya, bukan
malah diam dirumah, mengurus anak dan mengerjakan pekerjaan rumah.
Kejadian KTD
ini cenderung dilatarbelakangi oleh kurangnya pengetahuan dari remaja perempuan
utamanya tentang kesehatan reproduksi. Padahal kesehatan reproduksi merupakan
hal yang wajib diketahui oleh remaja perempuan karena pada masa remaja mereka
akan mengalami perubahan-perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa
yang membutuhkan pemahaman yang benar. Ketika mendapat informasi yang tidak
tepat maka tak menutup kemungkinan resiko terjadinya KTD akan meningkat.
Apalagi bila remaja perempuan tersebut dalam taraf kesehatan yang rendah, dapat
sebagai penyumbang angka kematian ibu dan bayi.
Sedangkan bila
mereka dibekali dengan pendidikan yang tinggi dan kesehatan yang baik maka
mereka dapat menjadi potensi. Potensi bagi dirinya, orang di sekitarnya dan
bangsa Indonesia. Potensi bagi dirinya ialah remaja perempuan dapat mengurus
dirnya sendiri, menentukan jalan hidupnya untuk menjadi orang sukses dan
bersaing dengan laki-laki. Bagi orang disekitarnya, dengan kesehatan dan
pendidikan yang baik, remaja perempuan dapat menjadi contoh bagi remaja lainnya
untuk ikut mingkatkan pendidikannya dan memiliki pengetahuan yang lebih sebagai
bekal untuk menjalani hidupnya. Sedangkan bagi bangsa Indonesia, remaja
perempuan dapat bersaing dan duduk sama rata dengan laki-laki di dalam
menjalankan pemerintahan.
Menurut Dr.
Annette Sachs Robertson, UNFPA Representative di Indonesia pada seminar Hari
Kependudukan Dunia, di Gedung BKBBN, pada hari senin 22 agustus 2016 bahwa saat remaja perempuan diberi kesempatan
untuk mengakses pendidikan dan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi, maka akan tercipta peluang
bagi mereka untuk merealisasikan potensi mereka untuk mengelola dengan baik masa
depan mereka sendiri, keluarga dan masyarakat.
Kepala BKKBN, Surya Chandra Surapaty juga mengungkapkan bahwa dalam
melaksanakan kebijakan ini remaja perempuan merupakan investasi untuk masa
depan Indonesia. Jika remaja perempuan diberikan akses kesehatan termasuk pelayanan
kesehatan reproduksi dan perbaikan gizi, maka mereka dapat secara fisik dan mental melanjutkan pendidikan. Baliau
menegaskan, remaja adalah penerus
dan penerima
estafet maka dari itu harus
disiapkan sejak dini mulai dari keluarga dengan keluarga sebagai wahana pertama
dan utama dalam pendidikan moral termasuk moral bagi remaja (bkkbn.go.id).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar