Minggu, 22 Mei 2016

PENDUDUK PESISIR DAN BONUS DEMOGRAFI



Indonesia dengan kondisi geografis berupa kepulauan, membuat pembangunan wilayah pesisir menjadi sangat penting dan strategis. Menurut UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir menetapkan bahwa yang disebut dengan wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut. Definisi ini menunjukkan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah daratan yang berbatasan langsung dengan laut maupun wilayah yang terdapat perubahan antara laut dan daratan seperti wilayah tambak dan lain sebagainya. Wilayah pesisir menjadi suatu hal yang strategis berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah termasuk peningkatan pemanfaatan serta pelestarian lingkungan wilayah pesisir. Sebagaimana diketahui bahwa wilayah-wilayah pesisir pada umumnya juga dihuni oleh penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan maupun pelaku pemanfaatan laut dan darat sekaligus. UU ini juga menetapkan bahwa wilayah pesisir ini mencakup wilayah administrasi daratan dan ke arah perairan laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas atau ke arah perairan kepulauan.
Menurut Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk BKKBN (2015) wilayah pesisir di Indonesia cenderung mengalami masalah-masalah seperti: 1) tingkat kemiskinan penduduk pesisir yang tinggi, dimana data tahun 2010 kemiskinan di desa-desa pesisir mencapai 7 juta jiwa yang terdapat di 10.639 desa pesisir 2) tingginya kerusakan sumber daya pesisir baik karena abrasi maupun karena ulah manusia, 3) rendahnya kemandirian organisasi sosial masyarakat dan lunturnya nilai-nilai budaya lokal, 4) infrastruktur dan kesehatan lingkungan pemukiman sangat minim. Selain keempat masalah ini wilayah pesisir sangat rentan terhadap bencana alam seperti tsunami dan perubahan iklim yang cukup tinggi akibat perubahan suhu yang terjadi. Kemiskinan yang tinggi disebabkan oleh karena masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan memiliki keterbatasan baik dari sisi modal, sarana dan prasarana dan masih melakukan perikanan tangkap secara tradisional. Selain itu di wilayah pesisir juga terlibat dengan jaringan ekonomi yang dimulai dari pemilik modal (tauke), nelayan, tengkulak dan lain sebagainya. Kondisi ini juga diperparah dengan mahalnya harga BBM sebagai bahan bakar yang digunakan untuk melaut. Kemiskinan ini juga dipengaruhi oleh minimnya infrastruktur baik infrastruktur sosial, ekonomi maupun transportasi.
Pada tahun 2015-2035 Indonesia akan mengalami bonus demografi (Adioetomo, 2014). Bonus demografi adalah menurunnya rasio ketergantungan hasil dari penurunan fertilitas dalam jangka panjang yang dapat menjadi peluang pada pertumbuhan ekonomi (Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk BKKBN, 2015). Peluang bonus demografi harusnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia dimanapun berada untuk peningkatan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan penduduk. Hal ini mengingat wilayah pesisir pada umumnya merupakan daerah yang tertinggal karena kondisinya cenderung miskin, tingkat pendidikan rendah dan sarana serta prasarana yang kurang memadai. Namun demikian wilayah pesisir memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan. Perhatian pemerintah pada pembangunan wilayah pesisir tertuang dalam kebijakan pengembangan maritim dan kelautan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. BKKBN turut berkomitmen dalam pembangunan wilayah pesisir melalui peningkatan akses pelayanan keluarga berencana dan keluarga sejahtera bagi masyarakat di wilayah pesisir.
Bonus demografi dapat dimanfaatkan apabila memenuhi kondisi sebagai berikut: peluang kerja yang banyak dan penduduk produktif yang berkualitas. Dengan adanya persaingan dengan masyarakat ekonomi asean (MEA) diharapkan peluang kerja keluar negeri semakin banyak, dan penduduk produktif juga semakin banyak. Bagaimana dengan daerah pesisir? Apakah mereka mempunyai peluang bonus demografi yang sama dengan daerah non pesisir? Selama ini belum ada data tentang tentang trend angka beban ketergantungan di tiap kabupaten/kota dan proyeksinya di kabupaten/kota pesisir. Data Proyeksi penduduk 2010-2035, menunjukkan bahwa angka beban ketergantungan di provinsi-provinsi terpilih, telah menujukkan penurunan seperti di Maluku, Papua Barat, Kepulauan Riau dan Papua telah menunjukkan penurunan. Meskipun demikian untuk DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau sudah mengalami masa bonus demografi, dengan angka beban ketergantungan di bawah 50 %. Sementara itu Papua Barat dan Papua sudah mulai memasuki masa bonus demografi pada tahun 2015 dan akan berlangsung hingga tahun 2035 lebih. Untuk Provinsi Maluku justru belum memasuki masa bonus demografi sampai akhir tahun 2035 (Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk BKKBN, 2015).
Melihat  perbedaan  tersebut,  jelas  provinsi  terpilih  seharusnya  sudah  mulai  melakukan upaya  untuk  meningkatkan  kualitas  SDM  selain  juga  meningkatkan  pertumbuhan ekonomi.  Papua dan  Papua  Barat  merupakan 2  provinsi penyumbang  ekonomi  yang  cukup besar  di  Indonesia, namun  kedua  wilayah  ini  justru  mengalami  ketertinggalan  di  berbagai bidang.  Apabila  hal  ini  tidak  segera  diatasi  maka  penduduk  kedua  provinsi  ini  akan mengalami  bencana  demografi,  karena  tidak  dapat  memanfaatkan  bonus  demografi. Semakin  lama  jumlah  penduduk  lansia  akan  meningkat  di  wilayah  ini  dan  memperbesar angka  beban  ketergantungan.  Apalagi  wilayah  kabupaten  pesisir  di  kedua provinsi  ini,  juga memperlihatkan kondisi yang tidak lebih baik dibanding kabupaten/kota non pesisir lainnya. Sementara  untuk  Kepulauan  Riau  dan  DKI  Jakarta  yang  telah  memasuki  bonus  demografi harus  berpacu  dengan  waktu  agar  bonus  ini  tidak  lewat  tanpa  dimanfaatkan  secara maksimal. Sementara Provinsi Maluku sudah harus menyusun berbagai kebijakan, program dan  kegiatan  yang berkaitan  dengan  peningkatan  kualitas  SDM  di  wilayah  ini,  agar  dapat berperan penuh dalam memanfaatkan bonus demografi (Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk BKKBN, 2015).
Jika  diperhatikan  angka  beban  ketergantungan  tiap  kabupaten/kota  pesisir  pada  tahun 2012,  terlihat  bahwa  Kabupaten  Bintan,  Lingga  dan  Anambas  belum  memasuki  era  bonus demografi  pada  tahun  2015.  Oleh  sebab  itu  ketiga  kabupaten  ini  sudah  harus mempunyai  suatu  upaya  untuk  meningkatkan  kualitas  SDM  baik  dari  pendidikan  dan ketrampilan, kesiapan kerja dan kesehatan sejak usia dini hingga siap masuk ke pasar kerja. Hal  yang  sama  juga  untuk  Kabupaten  Kepulauan  Seribu  di  DKI  Jakarta  dan  Kabupaten Kepulauan  Aru  di  Maluku.  Sedangkan  di  Kabupaten  Supiori  dan  Raja  Ampat  justru  telah memasuki masa bonus demografi.
Beberapa  hal  yang  harus  dilakukan  oleh  pemerintah  kabupaten  pesisir  tersebut  adalah mulai  melakukan  pemetaan  kondisi  sosial  ekonomi  penduduk  untuk  menyusun  program peningkatan  kualitas  SDM,  melalui  pendekatan life  cycle  approach yaitu  penanganan  sejak dalam kandungan hingga bayi balita, remaja, dewasa dan lansia. Membangun  desa  berwawaskan  kependudukan  yang  dapat  digunakan  sebagai wahana  mendorong  peningkatan  pelayanan  kebutuhan  dasar  yang  dilakukan  oleh pemerintah kabupaten/kota pesisir. Mendorong  pemerintah  daerah  untuk  menyusun  program  dan  kegiatan  yang mendorong  peningkatan  kualitas  SDM  melalui  pendekatan cycle  approach  untuk mengisi  masa  bonus  demografi.  Karena  bonus  demografi  tengah berlangsung  maka peningkatan  gizi  masyarakat  dan  status  kesehatan  perlu  terus  didorong,  dan pendidikan yang berbasis pada ketrampilan. Mendorong  pemerintah  pusat  untuk  mengurangi  keterisolasian wilayah  Indonesia bagian  timur  termasuk  Papua,  Papua  Barat,  Maluku  dan  Maluku  Utara  untuk meningkatkan peningkatan pemerataan pertumbuhan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar